Pages

Tuesday, 22 September 2015

Kebakaran Hutan



Beberapa minggu ini saudara-saudara kita di Pulau Sumatera dan Kalimantan berjibaku dengan asap yang ditimbulkan dari dibakarnya hutan dikedua pulau tersebut. Pengalaman pribadi saya dapatkan ketika mengunjungi Kabupaten Barito Timur, selama 2 hari asap begitu tebal terutama pada pagi hari dan menjelang malam hari. Pada 2 hari tersebut, jika siang hari matahari seperti rembulan pada malam hari, dapat dibayangkan bagaimana tebalnya asap tersebut. Pada malam hari, sekitar pukul 20.00 waktu setempat jarak pandang kurang dari 50 meter.
Akibat dari asap yang ditimbulkan oleh dibakarnya hutan tersebut, kegiatan sekolah diliburkan dan ancaman penyakit infeksi saluran pernapasan serta sakit mata. Bagi saya yang baru mengalami suasana kabut asap mungkin begitu heboh dalam menanggapinya, namun sudah biasa bagi mereka yang tinggal di daerah tersebut, namun bagaimana pun itu biasa atau tidak biasa, kabut asap telah mengganggu kehidupan manusia. Gara-gara asap kesehatan manusia dipertaruhkan.
Kemunculan asap ini, kalau kita membaca di media lokal disebabkan oleh dibakarnya hutan produksi oleh perusahaan tertentu, baik untuk membuka lahan atau mencari sumber cadangan batubara. Menjadi heran kenapa di media nasional, kebakaran hutan jarang diekspose ya??
Gara-gara asap juga, sejumlah penerbangan di tunda bahkan dibatalkan hingga batas waktu yang tidak ditentukan, yang kejam bukan asapnya namun PERUSAHAAN ATAU PIHAK-PIHAK TERTENTU YANG MEMBAKAR HUTAN UNTUK KEPENTINGAN PRIBADI DAN BISNIS KELOMPOK TERTENTU.
Penanganan kabut asap pun terkesan lambat, tidak jelas menjadi kewenangan siapa untuk menggerakan sumber daya yang ada dalam rangka memadamkan titik api. Ada satuan kerja yang memiliki sumber daya untuk memadamkan seperti mobil pemadam kebakaran namun solarnya tidak ada, ada yang sudah stand by dengan personilnya namun tidak jelas arah perintahnya. Semoga dengan adanya bencana asap ini, kita semua dapat pembelajarannya.
Yang pasti dan sangat ditunggu adalah TANGKAP PEMILIK PERUSAHAAN YANG SENGAJA MEMBAKAR HUTAN, TIDAK ADA YANG DILINDUNGI SIAPAPUN ITU PEMILIKNYA. AYO BUKTIKAN POLRI MAMPU...

Tuesday, 8 September 2015

Jalan-jalan ke Jogjakarta



Perjalanan kali ini menuju Kota Yogyakarta, Ibu Kota Kerajaan Mataram Islam. Perjalanan dimulai dari Stasiun Pasar Senen dengan menaiki kereta api Senja Utama Yogya. Berangkat sekitar jam 19.00 WIB dan sampai di Stasiun Yogyakarta atau yang lebih dikenal sebagai Stasiun Tugu pada pukul 03.16 WIB, harga tiket kereta api Senjata Utama sekitar Rp 260.000,- masuk kategori kelas Bisnis dengan fasilitas kursi seat 2 tidak berhadapan, gerbong AC dilengkapi dengan toilet dan gerbong restorasi.
Perjalan dengan kereta api Senja Utama Yogya melalui Jalur Selatan yakni Pasar Senen – Cirebon – Purwokerto hingga sampai di Yogyakarta. Sesampainya di Stasiun, ada tukang becak, taksi yang siap mengantar ke tempat penginapan di sekitar Jalan Malioboro. Penginapan di sekitar jalan beraneka ragam pilihan dari mulai kelas melati hingga hotel berbintang, dapat disesuaikan dengan kemampuan kantong para wisatawan, namun baiknya melakukan reservasi diawal khawatir kamar full semua khususnya bagi yang akan menginap di hotel mawar tiga ke atas, biasanya ini terjadi pada akhir pekan. Tujuan wisata di Yogyakarta beraneka ragam umumnya yakni Keraton, Museum, dan Pantai. Kebetulan pada jalan-jalan ke Yogyakarta pada Agustus 2015 ini memilih ke Museum, tepatnya ke museum VREDEBURG.
Transportasi yang digunakan bagi yang ingin jalan-jalan di sekitar dalam Kota Yogyakarta dapat menggunakan becak dan andong, yang lebih murah becak, hanya dengan Rp 20.000,- bisa pulang pergi dari Jalan Malioboro ke museum VREDEBURG namun biasanya sama sopir becaknya akan dimampirkan ke toko oleh-oleh ada toko kaos, batik, gethuk, bakpia, aksesoris, dan tentunya dari setiap kunjungan ke toko-toko tersebut, si tukang becak akan dapat fee dari si pemilik toko. Kalau tidak mau mampir ke toko-toko tersebut lebih baik disampaikan lebih awal ke si tukang becak dan diberi ongkos lebih dari Rp 20.000,- agar tidak ada salah paham dengan si tukang becaknya, karena pengalaman diajak mampir tidak mau, si tukang becaknya mengendarai becaknya agak ugal-ugalan, begitu selesai jalan-jalan dan kembali ke Jalan Malioboro kita tambahi ongkosnya menjadi 3 kali lipat lebih dikit akhirnya si tukang becak tersebut kembali senyum dan tidak lupa mengucapkan terima kasih sambil berucap “ mas terima kasih, ini kebanyakan” tapi ya apalah itu rejeki bapak, yang dengan sabar telah mengantar kita, meskipun di terik panas matahari.
Kembali ke museum VREDEBURG, untuk masuk ke museum tersebut, pengunjung akan ditarik karcis tidak sampai 10 ribu rupiah, pokoke murah. Kalau dalam sejarah VREDEBURG merupakan benteng yang dibuat oleh Belanda, namun dalam perjalanannya hingga sekarang benteng VREDEBURG dijadikan sebagai museum yang menceritakan perkembangan Kota Yogyakarta dari masa kerajaan – penjajahan Belanda – hingga zaman kemerdekaan termasuk didalamnya sejarah berdirinya Universitas Gajah Mada (UGM).
                                                               Foto Depan VREDEBURG

 Suasana Rapat pada Zaman Perjuangan Merebut Kemerdekaan
                                                                         Menjahit Bendera
Andong, tetap eksis bersanding dengan kendaraan modern saat ini, itulah Yogyakarta. Hidup itu akan indah bila semua saling menghargai dan tidak melupakan sejarah. Dari sejarah lah kita belajar kehidupan masa lalu yang merupakan awal dari kehidupan saat ini.