Tugas Pokok Paspampres
Paspampres bertugas pokok melaksanakan pengamanan fisik langsung jarak dekat setiap saat dan dimanapun berada kepada Presiden RI, Wakil Presiden RI, dan Tamu Negara setingkat Kepala Negara/Pemerintahan beserta keluarganya, serta tugas protokoler khusus pada upacara-upacara kenegaraan yang dilakukan baik di lingkungan Istana Kepresidenan maupun di luar linngkungan Istana Kepresidenan dalam rangka mendukung tugas pokok TNI.
Fungsi
1. Melakukan pengamanan pribadi terhadap VVIP meliputi segala usaha untuk menjamin keselamatan VVIP dari setiap ancaman bahaya langsung.
2. Melakukan pengamanan instalasi yang
meliputi pengamanan personel, materi, dan seluruh fasilitas di
lingkungan yang digunakan VVIP.
3. Melakukan pengamanan penyelamatan
VVIP yang terencana, demi melindungi serta menyelamatkan jiwa VVIP dari
ancaman yang kemungkinan terjadi setiap saat.
4. Melakukan pengamanan langsung jarak dekat dalam perjalanan VVIP dari segala bentuk ancaman.
5. Melakukan pengamanan terhadap makanan
dan medis VVIP, guna melindungi VVIP dari bahaya yang dapat timbul
melalui makanan, minuman, obat-obatan dan benda-benda lainnnya.
6. Menyelenggarakan acara protokoler
khusus yang meliputi jajar kehormatan, pasukan upacara dan iringan musik
pada upacara-upacara kenegaraan.
1. Awal Kelahiran Paspampres
Pasukan
Pengamanan Presiden (PASPAMPRES) hadir hampir bersamaan dengan
proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia, sebagaimana hal yang sama
terjadi dengan kelahiran TNI dan Polri. Ketika kemerdekaan Republik
Indonesia diproklamirkan, para pemuda pejuang tergerak untuk mengambil
peranan mengamankan Presiden. Para pemuda tersebut terdiri dari kesatuan
Tokomu Kosaku Tai, yang berperan sebagai pengawal pribadi, dan para
pemuda mantan anggota kesatuan Peta (Pembela Tanah Air) berperan sebagai
pengawal Istana.
Situasi keamanan pada awal kemerdekaan Republik
Indonesia sangat memprihatinkan. Di beberapa daerah terjadi pertempuran
sebagai respon atas keinginan penjajah Belanda, yang disokong oleh
bantuan tentara sekutu, untuk menduduki kembali Negara Kesatuan Republik
Indonesia . Situasi semakin berbahaya ketika keselamatan Presiden mulai
terancam dengan didudukinya Jakarta oleh Belanda pada tanggal 3 Januari
1946. Mengingat kekuatan bersenjata Belanda yang semakin besar dan
terpusat di Jakarta, serta pertimbangan intelijen RI saat itu yang
memerkirakan adanya keinginan Belanda untuk menyandera Presiden RI dan
Wakil Presiden RI, maka Mr Pringgodigdo selaku Sekertaris Negara
mengeluarkan perintah untuk melaksanakan operasi penyelamatan pimpinan
nasional. Operasi ini kemudian dikenal dengan istilah “Hijrah ke
Yogyakarta”. Pada pelaksanaan penyelamatan ini telah ditampilkan
kerjasama unsur – unsur pengamanan Presiden RI yang terdiri dari
beberapa kelompok pejuang. Mulai dari kelompok yang menyiapkan Kereta
Api Luar Biasa (KLB), pengamankan rute Jakarta – Yogyakarta, hingga
penyelenggaraan pengamanan di titk keberangkatan yang terletak di
belakang kediaman Presiden Soekarno di Jalan Pegangsaan Timur no 56,
Jakarta.
Secara rahasia KLB ini diberangkatkan pada tanggal 3
Januari 1946 sore hari menjelang senja. Keesokan harinya tanggal 4
Januari 1946, KLB tiba di Yogyakarta. Setibanya di Yogyakarta Presiden
RI menetap di bekas rumah Gubernur Belanda di Jalan Malioboro (depan
benteng Vredenburg). Sedangkan Wakil Presiden RI bertempat tinggal di
Jalan Reksobayan no. 4 Yogyakarta. Dalam pelaksanaan operasi
penyelamatan saat itu, telah terjadi kerja sama antara kelompok
pengamanan yang terdiri dari unsur TNI dan Polri. Untuk mengenang
keberhasilan menyelamatkan Presiden Republik Indonesia yang baru pertama
kalinya dilaksanakan tersebut, maka tanggal 3 Januari 1946 dipilih
sebagai Hari Bhakti Paspampres.
Sejarah
mencatat bahwa telah terjadi beberapa kali percobaan pembunuhan
terhadap Presiden Soekarno yang berhasil di cegah dan digagalkan, antara
lain yakni, peristiwa perebutan kekuasaan tanggal 3 Juli 1946,
peristiwa granat Cikini tanggal 30 November 1957, peristiwa MIG-15
“Maukar” tanggal 9 Maret 1960, peristiwa pelemparan granat di Jalan
Cendrawasih tanggal 7 Januari 1962 dan peristiwa penembakan pada saat
Idul Adha di halaman Istana Merdeka Jakarta tanggal 14 Mei 1962.
Mempertimbangkan
dan mengantisipasi keadaan yang demikian mengkhawatirkan terhadap
keselamatan Presiden tersebut, dan atas usul Menkohankam/KASAB (Kepala
Staf Angkatan Bersenjata) pada saat itu Jenderal A.H Nasution, maka
Presiden membentuk sebuah pasukan yang secara khusus bertugas untuk
menjaga keamanan dan keselamatan jiwa Kepala Negara beserta keluarganya.
Pasukan khusus tersebut dikenal dengan RESIMEN TJAKRABIRAWA. Nama
Tjakrabirawa diambil dari nama senjata pamungkas milik Batara Kresna
yang dalam lakon wayang purwa digunakan sebagai senjata penumpas semua
kejahatan.
Selanjutnya bertepatan dengan hari ulang tahun
kelahiran Presiden Soekarno tanggal 6 Juni 1962 dibentuklah kesatuan
khusus Resimen Tjakrabirawa dengan Surat Keputusan Nomor 211/PLT/1962.
Resimen Tjakrabirawa dibentuk dalam rangka untuk meningkatkan kemampuan
pengamanan. Pada awalnya resimen Tjakrabirawa hanya terdiri dari
Detasemen Kawal Pribadi (DKP), yang saat itu dibawah pimpinan Komisaris
Besar Polisi Mangil Martowidjoyo, menjadi satuan yang anggotanya dipilih
dari anggota – anggota terbaik dari empat angkatan yaitu, Angkatan
Darat, Angkatan Laut, Angkatan Udara dan Kepolisian yang masing – masing
angkatan terdiri dari satu batalyon. Resimen Tjakrabirawa pada saat itu
dipimpin oleh Komandan Brigadir Jenderal Moh. Sabur dengan wakilnya
yakni, Kolonel Cpm Maulwi Saelan.
Tujuan dibentuknya Resimen Tjakrabirawa disebutkan
dalam amanat Presiden Soekarno pada upacara penganugerahan “Dhuaja”
kepada Resimen Tjakrabirawa tanggal 9 September 1963. Dengan telah
diresmikannya Resimen Tjakrabirawa oleh Presiden Soekarno, beberapa
bulan kemudian diterbitkan surat Keputusan Presiden yang bertujuan
mengatur keberadaan satuan khusus Tjakrabirawa. Diantara isi surat
Keputusan Presiden tersebut adalah sebagai berikut: :
- Surat Keputusan Presiden Nomor 262/PLT/1962 tanggal 13 Agustus 1962 yang mengatur tentang penggunaan pakaian seragam untuk Resimen Tjakrabirawa.
- Surat Keputusan Presiden Nomor 01/PLT/1963 tanggal 06 Februari 1963 yang mengatur tentang bentuk dan susunan organisasi Resimen Tjakrabirawa serta dalam lampirannya mencakup tentang organisasi dan tugas Resimen Tjakrabirawa.
Setelah tiga tahun bertugas, Tjakrabirawa sebagai
Resimen Khusus yang bertugas melakukan pengawalan dan pengamanan
terhadap diri Presiden Republik Indonesia beserta keluarganya berakhir
pada tanggal 28 Maret 1966. Kesatuan ini dilikuidasi berdasarkan surat
perintah Menteri Panglima Angkatan Darat nomor Sprint/75/III/1966 karena
proses pekembangan
3.Satgas Pomad
Sekitar
akhir tahun 1965, keadaan politik di Indonesia sedang mengalami
pembenahan secara menyeluruh. Krisis politik terjadi dialami merupakan
akibat lebih lanjut dari meletusnya peristiwa G30S/PKI. Berdasarkan
Surat Perintah Menteri Panglima Angkatan Darat Nomor PRIN.75/III/1966
tanggal 23 Maret 1966, yang berisi tentang perintah kepada Direktur
Polisi Militer Angkatan Darat (Brigjen TNI Sudirgo), maka
dilaksanakannyalah serah terima penugasan dari Resimen Tjakrabirawa
kepada Polis Militer Angkatan Darat. Tidak lebih dari tiga hari setelah
serah terima pelaksanaan tugas pengawalan terhadap Kepala Negara
berlangsung, Direktur Polisi Militer dengan serta merta mengeluarkan
Surat Keputusan dengan Nomor : Kep-011/AIII/1966 tanggal 25 Maret 1966
yang berisi tentang pembentukan Satuan Tugas Polisi Militer Angkatan
Darat (Satgas POMAD) yang menunjuk Letkol Cpm Norman Sasono sebagai
Komandan Satgas Pomad Para.
Satgas
Pomad Para yang berkedudukan dibawah Direktorat Polisi Militer terdiri
dari Batalyon Pomad Para sebagai inti, dibantu Denkav Serbu, Denzipur
dan Korps Musikdari Kodam V Jakarta Raya, Batalyon II PGT (Pasukan Gerak
Tjepat) Angkatan Udara, Batalyon Brimob Polisi Negara, serta batalyon
Infanteri 531/Para Raiders yang kemudian diganti oleh Batalyon Infanteri
519/Raider Para, yang keduanya berasal dari Kodam VIII Brawijaya.
Dengan tugas mengawal Kepala Negara RI dan Istana
Negara, serta melaksanakan tugas – tugas protokoler kenegaraan, Satgas
Pomad Para berkedudukan dibawah Direktorat Polisi Militer yang terdiri
dari dua Batalyon Pomad, satu Batalyon Infanteri Para Raider, serta satu
Detasemen Kaveleri Panser.
Batalyon I Pomad Para berkedudukan di Jalan Tanah
Abang II Jakarta Pusat yang dulunya digunakan sebagai Markas serta
Asrama Resimen Tjakrabirawa. Tugas pokok Batalyon I Pomad Para yakni,
Melaksanakan pengawalan Presiden dan Wakil Presiden beserta keluarganya,
serta Tamu Asing setingkat Kepala Negara, melaksankan pengawalan Istana
Merdeka Utara, Istana Merdeka Selatan serta kediaman resmi Presiden dan
Wakil Presiden.
Untuk Batalyon II Pomad Para berkedudukan di Ciluer –
Bogor yang sebelumnya digunakan sebagai asrama Batalyon I Pomad Para.
Tugas Batalyon II Pomad Para yang berkedudukan di Ciluer, bertugas
melaksanakan pengawalan Istana Bogor, Istana Cipanas, serta membantu
Batalyon I Pomad Para dalam melaksanakan tugas pokoknya. Batalyon
Kaveleri Serbu Kodam V Jaya tetap di BP kan ke Satgas Pomad, sedangkan
Batalyon 531/Para Raiders selanjutnya ditarik kembali ke Kodam Brawijaya
untuk bertugas dilingkungan angkatan Darat.
Sesuai dengan perkembangan organisasi dilingkungan
TNI-AD, Batalyon II Pomad akhirnya dilikuidasi. Kemudian pada tanggal 10
Juni 1967 dikeluarkan Surat Keputusan Menteri/Panglima Angkatan Darat
(Jenderal TNI Soeharto) dengan Nomor : KEP-681/VI/1967, berisi tentang
penetapan pembebasan Direktur Polisi Militer Angkatan Darat dari tugas
pengkomandoan terhadap Satgas Pomad. Untuk pembinaan selanjutnya
kesatuan khusus tersebut ditetapkan secara langsung berada di bawah
kendali Menteri /Panglima Angkatan Darat.
4. Paswalpres
Presiden
RI Jenderal TNI Soeharto selaku Panglima tertinggi ABRI sejak awal
tahun 1970 turun langsung membenahi organisasi ABRI hingga tertata dan
terintegrasi di bawah satu komando Panglima ABRI. Satgas Pomad Para yang
saat itu di bawah kendali Markas Besar ABRI pun ikut dibenahi dengan
dikeluarkannya Surat Perintah Menhankam Pangab Nomor Sprin/54/I/1976
tanggal 13 Januari 1976 . Surat perintah tersebut berisi pokok – pokok
organisasi dan prosedur Pasukan Pengawal Presiden (PASWALPRES). Melalui
surat perintah tersebut ditentukan tugas pokok Paswalpres yaitu,
Menyelenggarakan pengamanan fisik secara langsung bagi Presiden Republik
Indonesia serta menyelenggarakan juga tugas – tugas protokoler khusus
pada upacara – upacara kenegaraan.
Organisasi Paswalpres diatur secara rinci dalam surat
perintah Menhankam Pangab Nomor Sprin/54/I/1976, yang terdiri dari
beberapa unsur, antara lain :
- Unsur Pimpinan
- Unsur Pembantu Pimpinan
- Unsur Pelayan
- Staf Unsur Pelaksanan, yang terdiri dari :
- Detasemen Pengamanan Khusus
(Denpamsus) yang bertugas sehari – hari melakukan pengamanan fisik
secara langsung terhadap Presiden dan Wakil Presiden beserta
keluarganya. Detasemen Pengamanan Khusus terdiri dari :
1) Kelompok Komando (Pokko)
2) Kompi Kawal Pribadi (Ki Walpri)
3) Kompi Pengamanan Khusus (Ki Pam Sus)
4) Peleton Penyingkiran (Ton Kiran) - Batalyon Pengawal Protokoler Kenegaraan (Yonwalprotneg) diaman Yonwalprotneg adalah satuan Polisi Militer yang langsung di Bawah Perintahkan kepada Paswalpres.
5. Paspampres
Berdasarkan Surat Keputusan Pangab Nomor Kep
/02/II/1988 tanggal 16 Februari 1988, maka ditetapkan bahwa Paswalpres
masuk dalam struktur organisasi Bais TNI. Dalam perkembangan selanjutnya
mengingat kata pengamanan dinilai lebih tepat digunakan daripada
pengawalan, dikarenakan mengandung makna yang menitikberatkan kepada
keselamatan obyek yang harus diamankan. Sesuai dengan tuntutan tugas
sebagai Pasukan Pengawal Presiden nama satuan Paswalpres diubah menjadi
PASPAMPRES (Pasukan Pengamanan Presiden)
Berdasarkan keputusan Pangab Nomor Kep /04/VI/1993
tanggal 17 Juni 1993 Paspampres tidak lagi dibawah Badan Intelejen ABRI,
akan tetapi dibawah Pangab dengan tugas pokok melaksanakan pengamanan
fisik langsung jarak dekat terhadap Presiden, Wakil Presiden Republik
Indonesia serta Tamu Negara setingkat Kepala Negara, Kepala Pemerintahan
dan keluarganya termasuk undangan pribadi serta tugas Protokoler khusus
pada upacara Kenegaraan yang dilakukan baik dilingkungan Istana
Kepresidenan maupun diluar.
Selanjutnya berdasarkan Peraturan Panglima TNI Nomor
Perpang/5/I/2010 tanggal 20 Januari 2010, organisasi Paspampres
disempurnakan dengan komposisi sebagai berikut :
- Unsur Pimpinan Komandan dan Wakil Komandan.
- Unsur Pembantu Pimpinan terdiri dari Inspektorat, Staf Perencanaan, Staf Intelejen , Staf Operasi, Staf Personel dan Staf Logistik.
- Unsur pelayanan tediri dari Pekas , Sekretariat dan Detasemen Markas.
- Unsur Badan pelaksana terdiri dari Densi, Denkomlek, Denkes, Denpal, Denbekang dan Pusdalops.
- Unsur pelaksana terdiri dari :
- Grup A, berkekuatan 4 detasemen, melaksanakan pengamanan fisik jarak dekat terhadap Presiden RI beserta keluarganya.
- Grup B, berkekuatan 4 detasemen, melaksanakan pengamanan fisik jarak dekat terhadap Wakil Presiden RI beserta keluarganya.
- Grup C, berkekuatan 2 detasemen melaksanakan pengamanan fisik jarak dekat terhadap tamu negara dan keluarganya, serta 1 detasemen latihan bertugas melatih dan membina kemampuan personel Paspampres.
- Batalyon Pengawal dan Protokoler Kenegaraan.
- Skuadron Kavaleri Panser.
- Detasemen Musik (Densik).
Demikian kilas sejarah singkat Pasukan
Pengamanan Presiden dengan berbagai peristiwa, kemajuan dan
perkembangannya yang tak bisa dilepaskan dari perkembangan sejarah
Indonesia. Dari kilasan sejarah di atas, maka didapati bahwa Paspampres
tidaklah muncul dengan serta merta, melainkan terpengaruh oleh proses
sejarah. Paspampres merupakan entitas yang terus mengadaptasi
perkembangan situasi lokal serta global, dan terus mengalami perbaikan
dari waktu ke waktu.
sumber : www.paspampres.mil.id
Agustus 1945. Amir Sayitno sebagai Komandan pasukan Pengawal Istana. Sebelumnya beliau adalah PETA Dai 1. DAIDANG di Surabaya.
ReplyDelete