Pages

Monday, 18 April 2016

Pengaruh Panama Papers Bagi Politik Jakarta



Tulisan ini hanya mencoba mengaitkan kejadian munculnya dokumen PanamaPapers dengan situasi Jakarta saat ini, entah kebetulan atau tidak, nama-nama yang muncul dalam dokumen tersebut muncul juga dalam situasi Jakarta saat ini
Tahun 2016 merupakan tahun panas-panasnya bagi Provinsi DKI Jakarta, terutama mengenai situasi politik jelang Pemilihan Gubernur tahun 2017. Perkembangan situasi politik di DKI Jakarta mulai ramai ketika terjadi kasus pengadaan Bus Transjakarta, kemudian berlanjut ke masalah pengadaan UPS berlanjut ke Sumber Waras dan terakhir yakni masalah reklamasi teluk Jakarta.
Banyak orang mengatakan bahwa Jakarta adalah miniatur Indonesia, sehingga ukuran barometer politik di Indonesia adalah bergantung situasi politik Jakarta. Memang pandangan tersebut tidaklah salah, mengingat selain sebagai Ibu Kota Negara, Jakarta juga sebagai pusat ekonomi. Penduduk Jakarta yang beraneka ragam etnis dan agama juga mencerminkan keberagamaan yang terjadi di Indonesia.
Kekhususan Jakarta sebagai Ibu Kota Negara dan pusat ekonomi Indonesia telah menarik tokoh-tokoh muda yang menduduki jabatan Gubernur, Bupati/Walikota, pengusaha, maupun politikus untuk mencoba peruntungannya dengan mencalonkan diri sebagai Gubernur DKI Jakarta.


Partai politik yang mendudukan dirinya di DPRD DKI Jakarta pun dibuat bingung demi mengajukan Calon Gubernurnya, perhitungan matang pun dilakukan, karena Jakarta adalah miniatur Indonesia, siapa menguasai Jakarta, maka dapat menguasai Indonesia.
Suasana politik di Jakarta menjelang Pilkada DKI Jakarta pada tahun 2017 sedikit memanas diawal, dikarenakan incumbent, Gubernur DKI Jakarta sekarang Basuki Tjahja Purnama yang lebih dikenal dengan sebutan Ahok maju kembali, bahkan rencana majunya Ahok sebagai kandidat Calon Gubernur DKI Jakarta tahun 2017 sempat membuat beberapa partai politik menguras tenaganya untuk memilih strategi yang pas dikarenakan Ahok menyatakan maju melalui jalur independen, bahkan ada partai politik yang mendukung jika Ahok maju dari jalur independen. Bagi sebagian pengamat baru pertama kali partai politik menjagokan jagonya bukan karena maju dari partai politiknya melainkan dari jalur independen, dan memang terdengar sedikit aneh.
Majunya Ahok dari jalur independen telah mengubah peta politik di DKI Jakarta, sebagai incumbent tentunya sangat diperhitungkan, banyak kegiatan yang diciptakan untuk menarik simpati masyarakat Jakarta. Karena Ahok maju dari jalur independen, telah membuat partai politik memunculkan kader-kader potensialnya untuk dapat memenangkan Pilkada DKI Jakarta, sebut saja Sandiago Uno yang digadang-gadang akan dicalonkan sebagai Calon Gubernur DKI Jakarta oleh Partai Gerindra setelah sebelumnya Ridwan Kamil (Walikota Bandung) menolak untuk dicalonkan. Banyak pengamat mengatakan bahwa Ridwan Kamil merupakan salah satu kandidat yang dapat mengalahkan incumbent Jakarta, karena kinerjanya sebagai Walikota Bandung sukses, banyak gebrakan dilakukan, penataan kota hingga komitmen memberantas korupsi. Walikota Surabaya, Ibu Risma juga disebut-sebut akan dimajukan oleh PDIP sebagai Calon Gubernur DKI Jakarta untuk mengalahkan incumbent. Banyak sudah prestasi Risma dalam membangun Surabaya. Di media massa, banyak perjuangan Risma yang dibandingkan dengan Gubernur DKI Jakarta terutama mengenai pengelolaan nelayan dan penataan pasar. Selain Sandiago Uno, Ibu Risma, tokoh yang disebut dapat mengungguli incumbent adalah pengacara kondang, dai, mantan menteri, memiliki track record yang bersih, pakar hukum tata negara, politikus yang vokal, siapa lagi kalau bukan Bung Yusriz Ihza Mahendra (YIM). Beberapa kesempatan sikap Bung YIM berbeda dengan incumbent bahkan cukup vokal dalam mengkritisi terutama saat permasalahn penggusuran lokasi Luar Batang.
Di tengah memanasnya situasi politik Jakarta, setelah incumbent dikaitkan dengan permasalahan pembelian RS Sumber Waras yang berdasarkan audit BPK ditemukan ada kerugian negara, kemudian masalah reklamasi teluk Jakarta yang menyeret anggota DPRD DKI Jakarta dan seorang pengusah pengembang properti yang juga dikaitan dengan staf Gubernur, muncul masalah panama papers. Entah kebetulan atau tidak, dengan munculnya panama papers, peta politik DKI Jakarta juga sedikit berubah. Panama Papers seakan-akan muncul sebagai bumbu untuk mempengaruhi rasa jelang Pilkada DKI Jakarta. Jika benar demikian, berarti Pilkada DKI Jakarta juga telah dipantau oleh kepentingan yang lebih besar bukan lagi skala nasional melainkan juga internasional.
Lantas, dimana hubungannya antara Panama Papers dengan Pilkada DKI Jakarta??
Dalam berita yang dimuat dibeberapa media, dan heboh di situs chirpstory.com ada pihak-pihak yang sekarang sedang berselisih di DKI Jakarta, baik terkait dengan Pilkada DKI Jakarta atau pun masalah hukum (RS Sumber Waras) muncul didokumen panama papers. Pihak tersebut adalah Sandiago Uno, tokoh yang digadang-gadang akan diusung oleh Partai Gerindra, Fifi Lety Indra yang disebut-sebut sebagai Adik Ahok (incumbent), dan ketua BPK saat ini, yang berselisih dengan Ahok terkait dengan opini BPK terkait audit RS Sumber Waras.
Dengan tersebutnya Sandiago Uno, dalam dokumen Panama Papers tentunya menambah pikiran bagi partai politik yang akan mengusungnya. Panama papers telah menambah kesan konotasi negatif di masyarakat (bisa jadi karena pengaruh pemberitaan media massa), yang tentang upaya menghindari bayar pajak, meskipun hal ini tidak mutlak benar. Pengaruhnya dalam Pilkada DKI Jakarta nanti yakni nilai jual Sandiago Uno akan turun, dan kasus dokumen panama papers ini akan menjadi senjata dalam kampanye hitam oleh lawan-lawannya.
Dengan tersebutnya nama Fifi Lety Indra, yang disebut-sebut sebagai adik Ahok, juga dapat menjadi senjata oleh lawan-lawan Ahok di Pilkada DKI Jakarta nanti meskipun mungkin pengaruhnya tidak begitu besar (karena bukan nama Ahok sendiri). Meskipun tidak berpengaruh besar, isu ini jelas menjadi salah satu titik lemah bagi incumbent terutama munculnya dugaan-dugaan yang dapat menjadi senjata dalam kampanye hitam oleh lawan-lawan politiknya.
Kemunculan ketua BPK dalam dokumen Panama Papers, memang tidak secara langsung mempengaruhi peta politik jelang Pilkada DKI Jakarta, namun hal ini turut serta memberikan warna. Di berbagai media, Ahok berseteru dengan ketua BPK terkait dengan hasil audit BPK terhadap pembelian RS Sumber Waras, bahkan Ahok pun terkesan membuka konflik dengan BPK. Dalam hal ini, komitmen BPK terhadap tindak lanjut hasil audit pembelian RS Sumber Waras mungkin akan berpengaruh terhadap peta politik Jakarta selanjutnya, meskipun bolanya sudah ada di KPK. Jika KPK menetapkan Ahok sebagai tersangka (berdasarkan hasil audit BPK) maka incumbent sebagai calon kuat telah tumbang dan mengurangi beban bagi calon lawan-lawannya. Namun ternyata setelah dipanggil oleh KPK, incumbent tidak ditetapkan tersangka oleh KPK, kata media masih memakai kemeja batik belum memakai kemeja oranye. Sehingga perjuangan untuk mempertanggung jawabkan hasil audit BPK terhadap pembelian RS Sumber Waras ada di BPK kembali. Nama baik BPK sebagai auditor resmi negara, sebagai lembaga negara dipertaruhkan. Jika hasil audit BPK tidak dapat dipertanggungjawabkan maka hasil audit BPK terhadap instansi pemerintah lainnya juga ikut dipertanyakan. Kondisi lain, ketua BPK sedang dikaitkan dengan dokumen panama papers, dimana hal ini juga telah memunculkan opsi agar ketua BPK mundur. Jika ketua BPK yang sekarang ini mundur, kemudian diganti yang baru, akankah ketua BPK yang baru akan terus mengawal hasil audit BPK atas pembelian RS Sumber Waras?
n  Jika Sandiago Uno tidak digadang-gadang sebagai tokoh yang akan diusung sebagai calon Gubernur DKI Jakarta, akankah dokumen Panama Papers muncul??
n  Jika Ahok, sebagai Gubernur DKI Jakarta saat ini, tidak  maju kembali sebagai calon Gubernur DKI Jakarta, akankah dokumen Panama Papers muncul??
n  Jika hasil audit BPK atas pembelian RS Sumber Waras oleh Pemprov DKI Jakarta tidak menyatakan ada kerugian negara, akankah dokumen Panama Papers muncul??
----------------MNA------------------

No comments:

Post a Comment