“Tulisan ini hanya mencoba mengaitkan kejadian munculnya dokumen PanamaPapers dengan situasi Jakarta saat ini, entah kebetulan atau tidak, nama-nama
yang muncul dalam dokumen tersebut muncul juga dalam situasi Jakarta saat ini”
Tahun 2016 merupakan
tahun panas-panasnya bagi Provinsi DKI Jakarta, terutama mengenai situasi
politik jelang Pemilihan Gubernur tahun 2017. Perkembangan situasi politik di
DKI Jakarta mulai ramai ketika terjadi kasus pengadaan Bus Transjakarta,
kemudian berlanjut ke masalah pengadaan UPS berlanjut ke Sumber Waras dan
terakhir yakni masalah reklamasi teluk Jakarta.
Banyak orang
mengatakan bahwa Jakarta adalah miniatur Indonesia, sehingga ukuran barometer
politik di Indonesia adalah bergantung situasi politik Jakarta. Memang
pandangan tersebut tidaklah salah, mengingat selain sebagai Ibu Kota Negara,
Jakarta juga sebagai pusat ekonomi. Penduduk Jakarta yang beraneka ragam etnis
dan agama juga mencerminkan keberagamaan yang terjadi di Indonesia.
Kekhususan Jakarta
sebagai Ibu Kota Negara dan pusat ekonomi Indonesia telah menarik tokoh-tokoh
muda yang menduduki jabatan Gubernur, Bupati/Walikota, pengusaha, maupun
politikus untuk mencoba peruntungannya dengan mencalonkan diri sebagai Gubernur
DKI Jakarta.
Partai politik yang
mendudukan dirinya di DPRD DKI Jakarta pun dibuat bingung demi mengajukan Calon
Gubernurnya, perhitungan matang pun dilakukan, karena Jakarta adalah miniatur
Indonesia, siapa menguasai Jakarta, maka dapat menguasai Indonesia.
Suasana politik di
Jakarta menjelang Pilkada DKI Jakarta pada tahun 2017 sedikit memanas diawal,
dikarenakan incumbent, Gubernur DKI Jakarta sekarang Basuki Tjahja Purnama yang
lebih dikenal dengan sebutan Ahok maju kembali, bahkan rencana majunya Ahok sebagai
kandidat Calon Gubernur DKI Jakarta tahun 2017 sempat membuat beberapa partai
politik menguras tenaganya untuk memilih strategi yang pas dikarenakan Ahok
menyatakan maju melalui jalur independen, bahkan ada partai politik yang
mendukung jika Ahok maju dari jalur independen. Bagi sebagian pengamat baru
pertama kali partai politik menjagokan jagonya bukan karena maju dari partai
politiknya melainkan dari jalur independen, dan memang terdengar sedikit aneh.
Majunya Ahok dari
jalur independen telah mengubah peta politik di DKI Jakarta, sebagai incumbent
tentunya sangat diperhitungkan, banyak kegiatan yang diciptakan untuk menarik
simpati masyarakat Jakarta. Karena Ahok maju dari jalur independen, telah
membuat partai politik memunculkan kader-kader potensialnya untuk dapat
memenangkan Pilkada DKI Jakarta, sebut saja Sandiago Uno yang digadang-gadang
akan dicalonkan sebagai Calon Gubernur DKI Jakarta oleh Partai Gerindra setelah
sebelumnya Ridwan Kamil (Walikota Bandung) menolak untuk dicalonkan. Banyak
pengamat mengatakan bahwa Ridwan Kamil merupakan salah satu kandidat yang dapat
mengalahkan incumbent Jakarta, karena kinerjanya sebagai Walikota Bandung
sukses, banyak gebrakan dilakukan, penataan kota hingga komitmen memberantas
korupsi. Walikota Surabaya, Ibu Risma juga disebut-sebut akan dimajukan oleh
PDIP sebagai Calon Gubernur DKI Jakarta untuk mengalahkan incumbent. Banyak
sudah prestasi Risma dalam membangun Surabaya. Di media massa, banyak
perjuangan Risma yang dibandingkan dengan Gubernur DKI Jakarta terutama
mengenai pengelolaan nelayan dan penataan pasar. Selain Sandiago Uno, Ibu
Risma, tokoh yang disebut dapat mengungguli incumbent adalah pengacara kondang,
dai, mantan menteri, memiliki track record yang bersih, pakar hukum tata
negara, politikus yang vokal, siapa lagi kalau bukan Bung Yusriz Ihza Mahendra
(YIM). Beberapa kesempatan sikap Bung YIM berbeda dengan incumbent bahkan cukup
vokal dalam mengkritisi terutama saat permasalahn penggusuran lokasi Luar
Batang.
Di tengah memanasnya
situasi politik Jakarta, setelah incumbent dikaitkan dengan permasalahan
pembelian RS Sumber Waras yang berdasarkan audit BPK ditemukan ada kerugian
negara, kemudian masalah reklamasi teluk Jakarta yang menyeret anggota DPRD DKI
Jakarta dan seorang pengusah pengembang properti yang juga dikaitan dengan staf
Gubernur, muncul masalah panama papers. Entah kebetulan atau tidak, dengan
munculnya panama papers, peta politik DKI Jakarta juga sedikit berubah. Panama
Papers seakan-akan muncul sebagai bumbu untuk mempengaruhi rasa jelang Pilkada
DKI Jakarta. Jika benar demikian, berarti Pilkada DKI Jakarta juga telah
dipantau oleh kepentingan yang lebih besar bukan lagi skala nasional melainkan
juga internasional.
Lantas, dimana
hubungannya antara Panama Papers dengan Pilkada DKI Jakarta??
Dalam berita yang
dimuat dibeberapa media, dan heboh di situs chirpstory.com ada pihak-pihak yang
sekarang sedang berselisih di DKI Jakarta, baik terkait dengan Pilkada DKI
Jakarta atau pun masalah hukum (RS Sumber Waras) muncul didokumen panama
papers. Pihak tersebut adalah Sandiago Uno, tokoh yang digadang-gadang akan
diusung oleh Partai Gerindra, Fifi Lety Indra yang disebut-sebut sebagai Adik
Ahok (incumbent), dan ketua BPK saat ini, yang berselisih dengan Ahok terkait
dengan opini BPK terkait audit RS Sumber Waras.
Dengan tersebutnya
Sandiago Uno, dalam dokumen Panama Papers tentunya menambah pikiran bagi partai
politik yang akan mengusungnya. Panama papers telah menambah kesan konotasi
negatif di masyarakat (bisa jadi karena pengaruh pemberitaan media massa), yang
tentang upaya menghindari bayar pajak, meskipun hal ini tidak mutlak benar.
Pengaruhnya dalam Pilkada DKI Jakarta nanti yakni nilai jual Sandiago Uno akan
turun, dan kasus dokumen panama papers ini akan menjadi senjata dalam kampanye
hitam oleh lawan-lawannya.
Dengan tersebutnya
nama Fifi Lety Indra, yang disebut-sebut sebagai adik Ahok, juga dapat menjadi
senjata oleh lawan-lawan Ahok di Pilkada DKI Jakarta nanti meskipun mungkin
pengaruhnya tidak begitu besar (karena bukan nama Ahok sendiri). Meskipun tidak
berpengaruh besar, isu ini jelas menjadi salah satu titik lemah bagi incumbent
terutama munculnya dugaan-dugaan yang dapat menjadi senjata dalam kampanye
hitam oleh lawan-lawan politiknya.
Kemunculan ketua BPK
dalam dokumen Panama Papers, memang tidak secara langsung mempengaruhi peta
politik jelang Pilkada DKI Jakarta, namun hal ini turut serta memberikan warna.
Di berbagai media, Ahok berseteru dengan ketua BPK terkait dengan hasil audit
BPK terhadap pembelian RS Sumber Waras, bahkan Ahok pun terkesan membuka
konflik dengan BPK. Dalam hal ini, komitmen BPK terhadap tindak lanjut hasil audit
pembelian RS Sumber Waras mungkin akan berpengaruh terhadap peta politik
Jakarta selanjutnya, meskipun bolanya sudah ada di KPK. Jika KPK menetapkan
Ahok sebagai tersangka (berdasarkan hasil audit BPK) maka incumbent sebagai
calon kuat telah tumbang dan mengurangi beban bagi calon lawan-lawannya. Namun
ternyata setelah dipanggil oleh KPK, incumbent tidak ditetapkan tersangka oleh
KPK, kata media masih memakai kemeja batik belum memakai kemeja oranye.
Sehingga perjuangan untuk mempertanggung jawabkan hasil audit BPK terhadap
pembelian RS Sumber Waras ada di BPK kembali. Nama baik BPK sebagai auditor
resmi negara, sebagai lembaga negara dipertaruhkan. Jika hasil audit BPK tidak
dapat dipertanggungjawabkan maka hasil audit BPK terhadap instansi pemerintah
lainnya juga ikut dipertanyakan. Kondisi lain, ketua BPK sedang dikaitkan
dengan dokumen panama papers, dimana hal ini juga telah memunculkan opsi agar
ketua BPK mundur. Jika ketua BPK yang sekarang ini mundur, kemudian diganti
yang baru, akankah ketua BPK yang baru akan terus mengawal hasil audit BPK atas
pembelian RS Sumber Waras?
n Jika Sandiago Uno
tidak digadang-gadang sebagai tokoh yang akan diusung sebagai calon Gubernur
DKI Jakarta, akankah dokumen Panama Papers muncul??
n Jika Ahok, sebagai
Gubernur DKI Jakarta saat ini, tidak maju kembali sebagai calon Gubernur DKI
Jakarta, akankah dokumen Panama Papers muncul??
n Jika hasil audit BPK
atas pembelian RS Sumber Waras oleh Pemprov DKI Jakarta tidak menyatakan ada
kerugian negara, akankah dokumen Panama Papers muncul??
----------------MNA------------------
No comments:
Post a Comment