oleh : MNA
Jawa Timur memang dikenal sebagai basis
masa NU, berbagai Pondok Pesantren maupun tokoh besar NU berada di Jawa Timur. Sebagai
organisasi keagamaan yang besar, NU sangat berperan dalam kehidupan di negara
ini, termasuk dalam kehidupan berpolitik. Sebentar lagi Jawa Timur akan
menggelar hajat politik, suara warga NU menjadi rebutan oleh sejumlah kandidat.
Kembalinya pasangan Khofifah – Herman yang awalnya gagal ikut Pilkada, kembali
meningkatkan tensi politik di Jawa Timur khususnya di kalangan NU.
Seperti kita ketahui bersama, ada 2 (dua)
kubu kandidat Calon Gubernur/Wakil Gubernur yang berasal dari NU yakni
Syaifullah Yusuf yang menjabat sebagai Ketua PBNU, maju kembali sebagai Wakil
Gubernur mendampingi Soekarwo. Pasangan ini diusung oleh Partai Demokrat,
Golkar dan PPP. Sementara pasangan lain yang sama-sama berasal dari NU adalah
Khofifah yang menjabat sebagai Ketua Umum PP Muslimat NU, maju sebagai Calon
Gubenur berpasangan dengan Herman. Pasangan ini diusung oleh partai politik
yang dikomandoi oleh PKB, PKPB, PKPI, PK, dan PMB.
Dengan adanya 2 kubu kandidat Calon
Gubernur/Wakil Gubernur yang berasal dari NU, tentunya merupakan suatu
kebanggaan dan prestasi bagi NU karena putra-putri terbaiknya dipercaya oleh
masyarakat untuk memimpin Jawa Timur. Namun yang perlu dicermati, jika NU asyik
sendiri dengan menjadikan warganya sebagai rebutan oleh 2 kubu tersebut, bisa
jadi malah menguntungkan kandidat lain yang bukan dari NU atau justru warga NU
yang bosan menjadi rebutan akan beralih ke kubu lain.
Lalu kemana tokoh-tokoh NU berlabuh? Ternyata
suara tokoh-tokoh NU juga terbagi menjadi 2 kubu, ada yang pro ke Karwo – Yusuf
dan ke Khofifah – Herman. Tokoh-tokoh NU ini juga mempunyai massa, mempunyai
santri, harapannya tentu ketika berhasil meyakinkan tokoh tersebut ikut ke kubunya
maka ribuan massa dan santrinya akan ikut dibelakangnya. Dukungan yang
diberikan oleh tokoh-tokoh NU bukan hanya sekedar dalam pernyataan belaka,
namun secara vulgar ikut mengkampanyekan kandidat yang dipilih. Dari total 37
juta penduduk Jawa Timur, kurang lebih ada 24 juta diantaranya sebagai warga
NU, jumlah yang cukup fantastis untuk diperebutkan.
Semoga keterlibatan sejumlah tokoh-tokoh NU
dalam dukung mendukung kandidat Gubernur/Calon Gubernur Jawa Timur tetap dalam
koridor Khittah NU, warga NU boleh berpolitik, namun NU sebagai organisasi
tetap netral, sehingga Khittah NU yang dicetuskan dalam Muktamar NU di
Situbondo pada 1984 dan diperkuat dalam Muktamar NU tahun 2004 dan 2010 tetap
dihormati, bukan sekedar macan kertas yang hanya berlaku di muktamar saja,
tidak lebih.
Perlu dicermati juga, bahwa Pilkada Jawa
Timur juga bukan sekedar pertarungan 2 tokoh NU, namun juga pertarungan partai
politik yang sama-sama dibesarkan oleh NU yakni antara PPP dan PKB.
Lalu kemana suara NU akan berlabuh? Tentunya
hal ini dikembalikan ke masing-masing warga NU yang mempunyai hak pilih dalam
Pilkada Jawa Timur nantinya. Dan semoga NU bukan hanya dijadikan sebagai simbol
atau jargon politik sesaat.
No comments:
Post a Comment