Menjelang pemilihan kepala daerah di
Indonesia yang akan dilakukan secara serentak pada tahun 2018 ini, masyarakat
dihebohkan dengan mundurnya Calon Wakil Gubernur Jawa Timur yakni Bapak Azwar
Anas yang berpasangan dengan Gus Ipul (Wakil Gubernur Jawa Timur saat ini).
Kemunduran Azwar Anas yang mendadak ini menimbulkan pertanyaan besar di
masyarakat, ada apa? Kenapa mundur? Bahkan untuk pemberitaan tentang Azwar Anas
minim pemberitaan yang negatif, hampir semuanya adalah prestasi beliau sebagai
Bupati Banyuwangi. Bahkan dengan segudang prestasi tersebut Azwar Anas dianggap
menjadi kuda hitam dalam Pilgub Jawa Timur, di atas kertas kemenangan sudah
dapat dipastikan. Namun semua itu kini tinggal kenangan, gara-gara sebuah foto
yang diduga mirip dirinya dengan seorang wanita didalam sebuah hotel, prestasi
yang selama ini ditulis oleh media massa seakan-akan tak mampu menandingi
kekuatan foto tersebut.
Lalu kenapa foto tersebut muncul disaat
prestasi atau karir politik seseorang sedang menanjak atau naik daun? Dari
seorang Bupati menjadi Wakil Gubernur, bisa saja dikemudian hari menjadi
Gubernur dan siapa tahu dilirik menjadi Menteri. Sudah seperti menjadi
kebiasaan meskipun terkadang ada sisi positif dan negatif, tiap kali menjelang
pemilihan kepala daerah, pemilihan presiden, bahkan pemilihan kepala desa,
masing-masing pihak sama-sama mencari kelemahan rivalnya. Pencarian kelamahan
masing-masing calon terhadap rivalnya, tentunya ada sikap pro dan kontra, di
lain sisi memberikan keuntungan bagi masyarakat yakni terbukanya mata dan
pikiran masyarakat atas karakter dari calon yang ada, sementara disisi lain
memberikan kerugian bagi calon yang ada, apalagi jika hal tersebut adalah
kejadian/fakta yang lama dan sekarang sudah bertobat.
Membicarakan kelemahan pada calon pimpinan
daerah atau calon presiden pun sekarang tempat dan media nya berbeda. Jika
dahulu penyampaiannya di dalam forum-forum rapat, di tempat ngopi, lewat
selebaran, sekarang dapat dilakukan dimana saja, asal ada smartphone dan
koneksi internet, tinggal klik like
atau klik share plus kasih komentar,
anda sudah berpartisipasi.
Jika dahulu tingkat kepercayaan cerita
akan lebih dipercaya jika ceritanya disampaikan oleh orang dekatnya, entah
teman atau saudara, sekarang ini tingkat kepercayaan dinilai dari kualitas
bukti digital plus komentar para saksi ahli serta seberapa sering berita
tersebut dimuat di media massa. Bukti digital tersebut yang akan dikenal dengan
istilah jejak digital.
Lalu, apa itu jejak digital? Sederhananya
jejak digital itu ada rekaman aktivitas orang didalam media elektronik atau
fasilitas yang terhubung dengan teknologi informasi dan komunikasi. Di dalam
Undang-Undang Nomor 11Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik,
ada istilah Informasi Elektronik yang pengertiannya adalah satu atau sekumpulan
data elektronik, termasuk tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta,
rancangan, foto, electronic data interchange (EDI), surat elektronik
(electronic mail), telegram, teleks, telecopy atau sejenisnya, huruf, tanda,
angka, Kode Akses, simbol, atau perforasi yang telah diolah yang memiliki arti
atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya. Jika melihat definisi
dari Informasi Elektronik maka jejak digital juga masuk ke dalam kategori
Informasi Elektronik.
Saat ini jejak digital yang terkait
dengan Pilkada sudah banyak bermunculan di facebook, instagram, twitter, dan
youtube. Bahkan ada jejak digital yang dibuat meme hingga diviralkan, ada yang
dibuat oleh akun perorangan dan ada juga oleh akun anonim,ada yang dishare secara
spontan ada juga indikasi yang terorganisir (entah karena kesamaan perjuangan
atau karena sudah menjadi pekerjaan).
Beberapa jejak digital yang berseliweran
di jagat maya ini, antara lain (contoh)
1.
Foto
atau video seorang calon, biasanya foto atau video yang bagi budaya timur
dianggara kurang pas atau tidak sesuai dengan budaya bangsa kita.
2.
Komentar
seorang tokoh terhadap masalah yang sama namun beda sikap ditahun yang berbeda,
misal pada tahun 2001 dia memprotes kebijakan impor atau bahkan melarangnya, kemudian
pada tahun 2002 di tokoh ini mendukung kebijakan impor.
3.
Saat
tokoh A menjadi pimpinan daerah, tokoh B menentang kebijakan tokoh A, pada saat
tokoh B menjadi pimpinan daerah, tokoh B ini melakukan kebijakan yang dilakukan
oleh tokoh A padahal dulu tokoh B ini menentangnya.
4.
Ucapan
seorang tokoh yang dianggap menyakiti umat agama tertentu, dimana beritanya
dimuat di media, pada tahun 2018 si tokoh ini mendadak menjadi religius.
5.
Janji-janji
tokoh saat berkampanye.
Dan
tentunya masih banyak lagi, maaf rekam jejak digital tersebut tidak ditampilkan,
namun bagi yang punya facebook, instagram, twitter, jika anda adalah orang yang
aktif ber media sosial pasti sudah pernah melihat rekam jejak digital tersebut.
Lalu
apakah jika menyebarkan jejak digital seseorang dapat di pidana? Jika melihat
beberapa kasus, hal ini memungkinkan terutama jika yang memiliki muatan
penghinaan dan pencemaran nama baik sebagaimana ketentuan dalam Pasal 27 ayat
(3) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik.
Bagaimana
dampak dari jejak digital bagi seorang tokoh/calon pimpinan daerah bahkan calon
presiden? Yang jelas itu mempertaruhkan komitmen seseorang, janji seorang, yang
hingga saat ini atau saat menjabat komitmen atau janji tersebut dipenuhi apa
tidak? Jika komitmen/janji tersebut dipenuhi hal tersebut dapat menjadi nilai
positif bagi dirinya, namun jika tidak, tentunya akan menjadi faktor pengurang dari
elektabilitasnya. Namun dari dampak tersebut, semuanya kembali kepada
masyarakat Indonesia dalam menilainya dan menentukan sanksinya.
1.
Apakah
akan melupakan dan memaafkan? Atau
2.
Akan
menjadi bahan pertimbangan dalam menentukan pilihannya pada Pilkada.
Lalu
bagaimana mengatasi jejak digital tersebut?
Mengatasi
jejak digital, berarti menghapus jejak digital tersebut dari dunia maya. Apakah
bisa? Secara teknis bisa, namun tentunya butuh sumber daya yang besar. Saat kita
menghapus jejak digital kita dari website atau media sosial atau situs berita
online, apakah tidak ada orang lain yang telah mendownload dan menyimpannya? Begitu
dihapus, besoknya di upload kembali.
Lalu
solusinya bagaimana?
Jejak
digital itu merupakan rekaman perilaku baik ucapan maupun perbuatan, solusinya
kita istiqomah atau komitmen dengan ucapan dan perbuatan. Kecuali ada alasan yang
sangat kuat dan mendesak, dan bukan alasan yang mengada-ada apalagi hanya demi
memperoleh keuntungan bagi kelompoknya.
“Semua kembali ke keputusan masyarakat, semoga tidak salah
memilih, meskipun mungkin tidak ada calon yang terbaik”
No comments:
Post a Comment