Pages

Thursday 25 January 2018

Jejak Digital Dalam Pesta Demokrasi di Indonesia



Menjelang pemilihan kepala daerah di Indonesia yang akan dilakukan secara serentak pada tahun 2018 ini, masyarakat dihebohkan dengan mundurnya Calon Wakil Gubernur Jawa Timur yakni Bapak Azwar Anas yang berpasangan dengan Gus Ipul (Wakil Gubernur Jawa Timur saat ini). Kemunduran Azwar Anas yang mendadak ini menimbulkan pertanyaan besar di masyarakat, ada apa? Kenapa mundur? Bahkan untuk pemberitaan tentang Azwar Anas minim pemberitaan yang negatif, hampir semuanya adalah prestasi beliau sebagai Bupati Banyuwangi. Bahkan dengan segudang prestasi tersebut Azwar Anas dianggap menjadi kuda hitam dalam Pilgub Jawa Timur, di atas kertas kemenangan sudah dapat dipastikan. Namun semua itu kini tinggal kenangan, gara-gara sebuah foto yang diduga mirip dirinya dengan seorang wanita didalam sebuah hotel, prestasi yang selama ini ditulis oleh media massa seakan-akan tak mampu menandingi kekuatan foto tersebut.
Lalu kenapa foto tersebut muncul disaat prestasi atau karir politik seseorang sedang menanjak atau naik daun? Dari seorang Bupati menjadi Wakil Gubernur, bisa saja dikemudian hari menjadi Gubernur dan siapa tahu dilirik menjadi Menteri. Sudah seperti menjadi kebiasaan meskipun terkadang ada sisi positif dan negatif, tiap kali menjelang pemilihan kepala daerah, pemilihan presiden, bahkan pemilihan kepala desa, masing-masing pihak sama-sama mencari kelemahan rivalnya. Pencarian kelamahan masing-masing calon terhadap rivalnya, tentunya ada sikap pro dan kontra, di lain sisi memberikan keuntungan bagi masyarakat yakni terbukanya mata dan pikiran masyarakat atas karakter dari calon yang ada, sementara disisi lain memberikan kerugian bagi calon yang ada, apalagi jika hal tersebut adalah kejadian/fakta yang lama dan sekarang sudah bertobat.
Membicarakan kelemahan pada calon pimpinan daerah atau calon presiden pun sekarang tempat dan media nya berbeda. Jika dahulu penyampaiannya di dalam forum-forum rapat, di tempat ngopi, lewat selebaran, sekarang dapat dilakukan dimana saja, asal ada smartphone dan koneksi internet, tinggal klik like atau klik share plus kasih komentar, anda sudah berpartisipasi.
Jika dahulu tingkat kepercayaan cerita akan lebih dipercaya jika ceritanya disampaikan oleh orang dekatnya, entah teman atau saudara, sekarang ini tingkat kepercayaan dinilai dari kualitas bukti digital plus komentar para saksi ahli serta seberapa sering berita tersebut dimuat di media massa. Bukti digital tersebut yang akan dikenal dengan istilah jejak digital.
 

Lalu, apa itu jejak digital? Sederhananya jejak digital itu ada rekaman aktivitas orang didalam media elektronik atau fasilitas yang terhubung dengan teknologi informasi dan komunikasi. Di dalam Undang-Undang Nomor 11Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, ada istilah Informasi Elektronik yang pengertiannya adalah satu atau sekumpulan data elektronik, termasuk tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, electronic data interchange (EDI), surat elektronik (electronic mail), telegram, teleks, telecopy atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, Kode Akses, simbol, atau perforasi yang telah diolah yang memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya. Jika melihat definisi dari Informasi Elektronik maka jejak digital juga masuk ke dalam kategori Informasi Elektronik.
Saat ini jejak digital yang terkait dengan Pilkada sudah banyak bermunculan di facebook, instagram, twitter, dan youtube. Bahkan ada jejak digital yang dibuat meme hingga diviralkan, ada yang dibuat oleh akun perorangan dan ada juga oleh akun anonim,ada yang dishare secara spontan ada juga indikasi yang terorganisir (entah karena kesamaan perjuangan atau karena sudah menjadi pekerjaan).
Beberapa jejak digital yang berseliweran di jagat maya ini, antara lain (contoh)
1.    Foto atau video seorang calon, biasanya foto atau video yang bagi budaya timur dianggara kurang pas atau tidak sesuai dengan budaya bangsa kita.
2.    Komentar seorang tokoh terhadap masalah yang sama namun beda sikap ditahun yang berbeda, misal pada tahun 2001 dia memprotes kebijakan impor atau bahkan melarangnya, kemudian pada tahun 2002 di tokoh ini mendukung kebijakan impor.
3.    Saat tokoh A menjadi pimpinan daerah, tokoh B menentang kebijakan tokoh A, pada saat tokoh B menjadi pimpinan daerah, tokoh B ini melakukan kebijakan yang dilakukan oleh tokoh A padahal dulu tokoh B ini menentangnya.
4.    Ucapan seorang tokoh yang dianggap menyakiti umat agama tertentu, dimana beritanya dimuat di media, pada tahun 2018 si tokoh ini mendadak menjadi religius.
5.    Janji-janji tokoh saat berkampanye.

Dan tentunya masih banyak lagi, maaf rekam jejak digital tersebut tidak ditampilkan, namun bagi yang punya facebook, instagram, twitter, jika anda adalah orang yang aktif ber media sosial pasti sudah pernah melihat rekam jejak digital tersebut.
Lalu apakah jika menyebarkan jejak digital seseorang dapat di pidana? Jika melihat beberapa kasus, hal ini memungkinkan terutama jika yang memiliki muatan penghinaan dan pencemaran nama baik sebagaimana ketentuan dalam Pasal 27 ayat (3) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

Bagaimana dampak dari jejak digital bagi seorang tokoh/calon pimpinan daerah bahkan calon presiden? Yang jelas itu mempertaruhkan komitmen seseorang, janji seorang, yang hingga saat ini atau saat menjabat komitmen atau janji tersebut dipenuhi apa tidak? Jika komitmen/janji tersebut dipenuhi hal tersebut dapat menjadi nilai positif bagi dirinya, namun jika tidak, tentunya akan menjadi faktor pengurang dari elektabilitasnya. Namun dari dampak tersebut, semuanya kembali kepada masyarakat Indonesia dalam menilainya dan menentukan sanksinya.
1.      Apakah akan melupakan dan memaafkan? Atau
2.      Akan menjadi bahan pertimbangan dalam menentukan pilihannya pada Pilkada.

Lalu bagaimana mengatasi jejak digital tersebut?
Mengatasi jejak digital, berarti menghapus jejak digital tersebut dari dunia maya. Apakah bisa? Secara teknis bisa, namun tentunya butuh sumber daya yang besar. Saat kita menghapus jejak digital kita dari website atau media sosial atau situs berita online, apakah tidak ada orang lain yang telah mendownload dan menyimpannya? Begitu dihapus, besoknya di upload kembali.

Lalu solusinya bagaimana?
Jejak digital itu merupakan rekaman perilaku baik ucapan maupun perbuatan, solusinya kita istiqomah atau komitmen dengan ucapan dan perbuatan. Kecuali ada alasan yang sangat kuat dan mendesak, dan bukan alasan yang mengada-ada apalagi hanya demi memperoleh keuntungan bagi kelompoknya.

“Semua kembali ke keputusan masyarakat, semoga tidak salah memilih, meskipun mungkin tidak ada calon yang terbaik”




No comments:

Post a Comment