Setelah Sayyidina Umar bin Khattab wafat, para sahabat berjumpa
khalifah kedua ini melalui mimpi. Mereka pun bertanya, ”Bagaimana Allah
memperlakukanmu?”
Dalam al-Aqthaf ad-Daniyyah dikisahkan Umar menjawab bahwa
Allah telah mengampuni kekeliruan-kekeliruannya dan membebaskan siksa
dari dirinya. Para sahabat menyahut dengan pertanyaan susulan. ”Apa
penyebabnya? Apakah karena kedermawanan, keadilan, atau kezuhudanmu?”
Umar menimbalinya dengan mengisahkan peristiwa di alam kubur. Sejenak
usai ia dimakamkan, dua malaikat menghampirinya. Umar dalam perasaan
takut luar biasa. Nalarnya hilang. Sebelum malaikat bertanya, tiba-tiba
suara tanpa rupa terdengar.
”Tinggalkan hamba-Ku itu. Jangan bertanya apapun kepadanya (Umar).
Jangan dibuat takut. Aku mengasihi dan membebaskan siksa darinya.
Tatkala di dunia, ia pernah berbelaskasihan kepada seekor burung
emprit.”
Benar. Kisah burung emprit bermula ketika Umar tengah berjalan menuju
alun-alun kota dan berjumpa anak kecil. Hati Umar sedih. Bocah itu
terlihat sedang memagang burung emprit sembari memperlakukannya selayak
mainan.
Umar tergerak untuk segera membeli binatang malang itu. Sekarang
burung emprit sepenuhnya menjadi milik Umar. Untuk menyelamatkannya dari
perlakuan buruk si bocah, khalifah kedua ini pun mengikhlaskan burung
emprit terbang ke ke udara dengan merdeka.
Hal ini membuktikan bahwa ajaran Rasulullah SAW telah menancap kuat
di hati dan perilaku Umar. Meski sering tampil garang, sahabat Nabi
berjuluk ”Singa Padang Pasir” itu tetap menunjukkan kelembutan hatinya.
Pesan lain yang bisa ditangkap bahwa cakupan cinta kasih bersifat
tanpa batas. Kepada pohon, sungai, tanah, makanan, pakaian, buku,
burung, anjing, dan seterusnya. Terlebih manusia. Ini selaras dengan
hadits riwayat Abdullah bin Umar.
”Orang-orang yang berbelaskasih akan mendapatkan belas kasih dari
Yang Maha Pengasih. Berbelaskasihlah kepada tiap makhluk di bumi,
niscaya ’penduduk langit’ mengasihimu.”
sumber : www.nu.or.id
No comments:
Post a Comment