Bulan Ramadhan telah tiba, pada tahun 2013 ini sesuai dengan Hasil Sidang Isbat yang dilakukan oleh Kementerian Agama RI yang dilaksanakan pada hari Senin tanggal 8 Juli 2013 telah menetapkan bahwa 1 Ramadhan jatuh pada tanggal 10 Juli 2013.
Saat Bulan Ramadhan tiba sudah menjadi kebiasaan umat Muslim untuk melaksanakan sholat tarawih berjamaah di Masjid, Musholla atau Surau. Dalam pelaksanaan sholat tarawih timbul perbedaan, meskipun bukan suatu yang mendasar untuk diperdebatkan namun terkadang menjadi candaan atau bahan sindir-sindiran.
Berikut disampaikan pandangan mengenai jumlah raka'at sholat tarawih menurut
Nahdhatul Ulama sebagai salah satu organisasi Islam terbesar di Indonesia yang mengusung Ahlus Sunnah Wal Jama'ah.
Ada beberapa pendapat mengenai bilangan rakaat yang dilakukan kaum muslimin pada bulan Ramadhan sebagai berikut:
1. Madzhab Hanafi
Sebagaimana dikatakan Imam Hanafi dalam kitab
Fathul Qadir
bahwa Disunnahkan kaum muslimin berkumpul pada bulan Ramadhan sesudah
Isya’, lalu mereka shalat bersama imamnya lima Tarawih (istirahat),
setiap istirahat dua salam, atau dua istirahat mereka duduk sepanjang
istirahat, kemudian mereka witir (ganjil).
Walhasil, bahwa bilangan rakaatnya 20 rakaat selain witir jumlahnya 5
istirahat dan setiap istirahat dua salam dan setiap salam dua rakaat = 2
x 2 x 5 = 20 rakaat.
2. Madzhab Maliki
Dalam kitab
Al-Mudawwanah al Kubro, Imam Malik berkata, Amir
Mukminin mengutus utusan kepadaku dan dia ingin mengurangi Qiyam
Ramadhan yang dilakukan umat di Madinah. Lalu Ibnu Qasim (perawi madzhab
Malik) berkata “Tarawih itu 39 rakaat termasuk witir, 36 rakaat tarawih
dan 3 rakaat witir” lalu Imam Malik berkata “Maka saya melarangnya
mengurangi dari itu sedikitpun”. Aku berkata kepadanya, “inilah yang
kudapati orang-orang melakukannya”, yaitu perkara lama yang masih
dilakukan umat.
Dari kitab
Al-muwaththa’, dari Muhammad bin Yusuf dari al-Saib
bin Yazid bahwa Imam Malik berkata, “Umar bin Khattab memerintahkan Ubay
bin Ka’ab dan Tamim al-Dari untuk shalat bersama umat 11 rakaat”. Dia
berkata “bacaan surahnya panjang-panjang” sehingga kita terpaksa
berpegangan tongkat karena lama-nya berdiri dan kita baru selesai
menjelang fajar menyingsing. Melalui Yazid bin Ruman dia berkata,
“Orang-orang melakukan shalat pada masa Umar bin al-Khattab di bulan
Ramadhan 23 rakaat”.
Imam Malik meriwayatkan juga melalui Yazid bin Khasifah dari al-Saib bin
Yazid ialah 20 rakaat. Ini dilaksanakan tanpa wiitr. Juga diriwayatkan
dari Imam Malik 46 rakaat 3 witir. Inilah yang masyhur dari Imam Malik.
3. Madzhab as-Syafi’i
Imam Syafi’i menjelaskan dalam kitabnya
Al-Umm, “bahwa shalat
malam bulan Ramadhan itu, secara sendirian itu lebih aku sukai, dan saya
melihat umat di madinah melaksanakan 39 rakaat, tetapi saya lebih suka
20 rakaat, karena itu diriwayatkan dari Umar bin al-Khattab. Demikian
pula umat melakukannya di makkah dan mereka witir 3 rakaat.
Lalu beliau menjelaskan dalam
Syarah al-Manhaj yang menjadi
pegangan pengikut Syafi’iyah di Al-Azhar al-Syarif, Kairo Mesir bahwa
shalat Tarawih dilakukan 20 rakaat dengan 10 salam dan witir 3 rakaat di
setiap malam Ramadhan.
4. Madzhab Hanbali
Imam Hanbali menjelaskan dalam
Al-Mughni suatu masalah, ia
berkata, “shalat malam Ramadhan itu 20 rakaat, yakni shalat Tarawih”,
sampai mengatakan, “yang terpilih bagi Abu Abdillah (Ahmad Muhammad bin
Hanbal) mengenai Tarawih adalah 20 rakaat”.
Menurut Imam Hanbali bahwa Khalifah Umar ra, setelah kaum muslimin
dikumpulkan (berjamaah) bersama Ubay bin Ka’ab, dia shalat bersama
mereka 20 rakaat. Dan al-Hasan bercerita bahwa Umar mengumpulkan kaum
muslimin melalui Ubay bin Ka’ab, lalu dia shalat bersama mereka 20
rakaat dan tidak memanjangkan shalat bersama mereka kecuali pada separo
sisanya. Maka 10 hari terakhir Ubay tertinggal lalu shalat dirumahnya
maka mereka mengatakan, “Ubay lari”, diriwayatkan oleh Abu Dawud dan
as-Saib bin Yazid.
Kesimpulan
Dari apa yang kami sebutkan itu kita tahu bahwa para ulama’ dalam empat
madzhab sepakat bahwa bilangan Tarawih 20 rakaat. Kecuali Imam Malik
karena ia mengutamakan bilangan rakaatnya 36 rakaat atau 46 rakaat.
Tetapi ini khusus untuk penduduk Madinah. Adapun selain penduduk
Madinah, maka ia setuju dengan mereka juga bilangan rakaatnya 20 rakaat.
Para ulama ini beralasan bahwa shahabat melakukan shalat pada masa
khalifah Umar bin al-Khattab ra di bulan Ramadhan 20 rakaat atas
perintah beliau. Juga diriwayatkan oleh al-Baihaqi dengan sanad yang
shahih dan lain-lainnya, dan disetujui oleh para shahabat serta
terdengar diantara mereka ada yang menolak. Karenanya hal itu menjadi
ijma’, dan ijma’ shahabat itu menjadi
hujjah (alasan) yang pasti sebagaimana ditetapkan dalam Ushul al-Fiqh.
oleh : KH Muhaimin Zen
Ketua Umum Pengurus Pusat Jam’iyyatul Qurra’ wal Huffadz (JQH) NU
sumber : www.nu.or.id