Pages

Sunday, 14 July 2013

Duet Wiranto – Harry Tanoe



Tahun 2013 diprediksi sebagai tahun politik, ajang pemanasan menghadapi tahun 2014. Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) dijadikan sebagai tolak ukur keberhasilan partai politik dalam bertarung di 2014. Perang terbuka 2014 yang lazimnya dimulai dari Pemilihan Umum (Pemilu) kemudian diikuti dengan Pemilihan Presiden (Pilpres) sepertinya di 2013 sudah dimulai dari pertengahan tahun.
Deklarasi Wiranto dan Harry Tanoe Sudibyo sebagai pasangan Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden (Capres dan Cawapres) dari Partai Hanura menjadi awal dimulainya pertarungan menuju 2014. Sebenarnya bagi saya pribadi tidak ada masalah suatu partai politik mendeklarasikan tokohnya untuk dijadikan Capres karena itu adalah hak politik dari masing-masing partai politik, namun dengan pendeklarasian Wiranto – HT telah banyak menimbulkan dugaan bahkan analisa politik dari sejumlah pengamat politik, bagi saya pribadi pendeklarasian ini cukup berani.
Bukan berarti meremehkan duet Wiranto – HT sebagai pasangan Capres dan Cawapres namun perlu dilihat juga latar belakang parpol dan ketokohan pasangan ini. Sejak Pilpres secara langsung belum ada pasangan Capres dan Cawapres yang diusung oleh satu parpol mesti berkoalisi atau menjari pasangan dari luar parpolnya jadi deklarasi ini sungguh berani.
Lantas kenapa deklarasi Wiranto – HT tetap muncul, meskipun dikalangan internal Partai Hanura ada kubu yang menentangnya karena menganggap deklarasi ini ilegal. Deklarasi pasangan Capres dan Cawapres seyogyanya dilakukan di Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) bukan ditenga-tengah pembekalan calon anggota legislatif.
Partai Hanura sendiri bukan partai yang masuk 3 (tiga) besar, perolehan suaranya pada pemilu 2009 hanya 3,77 % atau sekita 3.922.870 suara dan 18 kursi di DPR atau 3,21% dari jumlah kursi di DPR (sumber : www.okezone.com), sedangkan syarat untuk mengusung pasangan capres dan cawapres, partai politik atau gabungan partai politik harus memiliki 20% kursi di DPR atau 25% suara sah di pemilu legislatif. Besaran angka ini merujuk pada batasan persyaratan dalam Pemilu Presiden 2009 karena saat ini belum ada perubahan UU Pemilu Presiden.
Keterlibatan Wiranto dalam kancah politik terutama dalam keikutsertaan sebagai calon presiden dimulai sejak maju sebagai Capres pada Pilpres 2004 dari hasil Konvensi Partai Golkar berpasangan dengan Salahudin Wahid sebagai Capres yang pada waktu itu mengalahkan Ketua Umum Partai Golkar Ir. Akbar Tanjung. Namun hasil Pilpres 2004 telah gagal membawa pasangan Wiranto – Salahudin Wahid karena hanya menempati urutan ketiga dan akhirnya yang muncul sebagai pemenang adalah pasangan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Jusuf Kalla (JK) yang diusung oleh Partai Demokrat dan JK sendiri akhirnya menjadi Ketua Umum Partai Golkar pada periode 2004 – 2009 bersamaan sebagai Wapres. Kegagalan pada tahun 2004 tidak menyurutkan Wiranto untuk mencoba kembali peruntungannya sebagai Capres, dalam pemilu 2009, JK pecah kongsi dengan SBY dan akhirnya bergabung dengan sebagai Cawapres mendampingi JK yang maju sebagai Capres hasil koalisi Partai Golkar dan Partai Hanura. Lagi-lagi gagal bagi Wiranto, sudah 2 periode Pilpres beliau ikuti yakni pada tahun 2004 dan 2009 namun gagal.
Hary Tanoesudibyo atau yang dikenal dengan singkatan HT merupakan pemain baru dalam kancah politik di Indonesia namun begitu cepat melesat. HT merupakan bos media MNC yang menaungi RCTI, MNC TV dan beberapa perusahaan lainnya. Karir HT dalam politik di Indonesia, diawali saat dirinya bergabung ke Partai NasDem yang didirikan oleh Surya Paloh yakni HT datang pada saat Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) Partai NasDem pada November 2011. Sebagai pemain baru, HT langsung mendapatkan posisi sebagai Ketua Dewan Pakar dan juga sebagai Wakil Ketua Majelis Nasional Partai NasDem, namun karena ada perbedaan pendapat dengan sang pendiri Partai NasDem akhirnya pada Januari 2013 secara resmi HT keluar dari NasDem dan beberapa saat kemudian bergabung dengan Partai Hanura.
Dengan beberapa fakta yang ada, bahwa Bapak Wiranto selaku tokoh nasional yang sudah 2 (dua) kali ikut Pilpres kemudian HT pemain baru dalam politik di Indonesia, akankah duet keduanya akan mampu lolos dalam Pilpres 2014, lantas kenapa Partai Hanura terburu-buru untuk menduetkan keduanya sebagai pasangan Capres dan Cawapres untuk tahun 2014, mungkin bagi  beberapa politikus indonesia dan pengamat politik, hal ini sangat mengagetkan.
Sedikit analisis :
1.       Bahwa selama sejarah pemilihan langsung presiden dan wakil presiden belum ada Partai yang mencalonkan figurnya yang berasal dari satu partai politik, karena ini sangat berat harus melihat hasil pemilu legislatifnya dulu. Jika perolehan suara parpolnya lebih dari 30% hal ini tidak akan menjadi masalah karena syarat dapat mengajukan pasangan Capres dan Cawapres yakni parpol atau gabungan parpol harus mendapatkan 20% suara di DPR atau 25% suara rakyat, kemudian yang menjadi pertanyaan adalah mampukah partai Hanura memperoleh suara 20% di DPR atau minimal 25% suara rakyat.
2.       Duet ini hanya sebagai pemanasan politik pra produksi atau uji publik keputusan politik partai Hanura artinya untuk mendapatkan pendapat masyarakat terhadap duet Wiranto dan HT ini. Disisi lain duet ini tidak mendapat respon 100% dari seluruh kader Partai Hanura, karena ada sejumlah kadernya yang memprotes duet ini, diketahui bersama bahwa deklarasi duet ini bukan melalui rapat pimpinan partai hanura namun hanya disela-sela rapat pembekalan calon legislatif partai hanura jadi seakan-akan hanya mainan belaka.


by. MNA

No comments:

Post a Comment