Sudah menjadi rutinitas setiap
tahun bahwa setiap bulan Ramadhan tiba kegiatan keagamaan meningkat, tidak
terkecuali dikantor saya salah satunya ada adanya ceramah seusai sholat Dzuhur.
Ceramah di kantor biasanya diisi
oleh ustadz dari luar, pada hari ini, Selasa 16 Juli 2013 meskipun sambil
ngantuk namun tetap menangkap inti ceramah yang disampaikan oleh pak ustadz,
temanya kebetulan adalah tentang menjaga keharmonisan dalam berkeluarga. Sangat
bermanfaat bagi saya karena kebetulan baru menikah 1 tahun yang lalu.
Salah satu bagian yang dibahas
adalah mengenai sahabat Nabi SAW sekaligus Khalifah kedua yakni Umar Ibn
Khattab yang dimarahi oleh sang istri. Meskipun beliau adalah Khalifah, pejuang
Islam yang terkenal dan disegani di jazirah Arab namun beliau tidak marah atau
tersinggung ketika dimarahi oleh sang istri, sungguh teladan yang patut kita
teladani khususnya bagi laki-laki yang sudah menikah.
Ketika selesai ceramah, kembali ke
ruangan dan searching lewat google menjadi kisah tentang sahabat Umar IbnKhattab dapatlah cerita tentang beliau, berikut ceritanya yang diambil dari www.nu.or.id :
Alkisah ada salah seorang laki-laki
yang hendak mengadukan kelakuan istrinya kepada Sayyidina Umar bin Khattab.
Saat sampai di rumah Amirul Mu’minin ini, orang laki-laki ini hanya menunggu di
depan pintu.Secara kebetulan, tamu ini mendengar istri Umar memarahinya, sementara Umar tetap cenderung pasif, tidak menaggapi. Laki-laki itu lalu mengurungkan niatnya dan mulai beranjak pulang. ”Jika keadaan Amirul Mu’minin saja seperti ini, bagaimana dengan diriku?” gumamnya dalam hati.
Sejenak kemudian Umar keluar dan menyaksikan tamunya akan segera pergi. Umar pun segera memanggilnya, ”Apa keperluanmu?”
”Wahai Amirul Mu’minin, sebenarnya aku datang untuk mengadukan perilaku istriku dan sikapnya kepadaku, tapi aku mendengar hal yang sama pada istri tuan.”
”Wahai saudaraku, aku tetap sabar menghadapi perbuatannya, karena itu memang kewajibanku. Istrikulah yang memasak makanan, membuatkan roti, mencucikan pakaian, dan menyusui anakku, padahal semua itu bukanlah kewajibannya,” jawab Umar.
”Di samping itu,” sambung Umar, ”Hatiku merasa tenang (untuk tidak melakukan perbuatan haram—sebab jasa istriku). Karena itulah aku tetap sabar atas perbuatann istriku.”
”Wahai Amirul Mu’minin, istriku juga demikian,” ujar orang laki-laki itu.
”Oleh karena itu, sabarlah wahai saudaraku. Ini hanya sebentar!”
Semoga bermanfaat...
Disadur
dari kitab ‘Uqudul Lujjain:
Fi Bayani Huquqiz Zawjain
karya Syekh Muhammad Nawawial-Bantani
karya Syekh Muhammad Nawawial-Bantani
No comments:
Post a Comment